Penghuni Kamar Nomor 13

Penghuni Kamar Nomor 13

 Di sebuah kota kecil yang sepi, berdiri sebuah hotel tua bernama Hotel Matahari Senja. Hotel ini terkenal di kalangan penduduk setempat sebagai tempat yang berhantu, terutama karena satu kamar yang tak pernah disewakan: Kamar Nomor 13. Para staf hotel, yang sudah lama bekerja di sana, selalu berpesan kepada tamu yang datang agar tidak bertanya tentang kamar itu. Konon, sesuatu yang menyeramkan terjadi di dalamnya bertahun-tahun lalu, sesuatu yang membuat ruangan itu dikunci rapat-rapat dan dibiarkan kosong.

Namun, tidak semua orang percaya pada cerita-cerita seperti itu. Termasuk Raka, seorang penulis konten horor yang ingin mencari inspirasi baru. Suatu hari, Raka memutuskan untuk menginap di hotel tersebut setelah mendengar cerita dari temannya. Ia berniat membuktikan bahwa cerita-cerita seram yang beredar hanyalah mitos. Bahkan, dia sudah berencana untuk membuat konten blog yang mengungkap rahasia di balik hotel tersebut.

Ketika Raka tiba di hotel, suasana tampak sunyi, meskipun hari masih sore. Seorang resepsionis tua, yang kulitnya keriput seperti pepohonan yang sudah berumur ratusan tahun, menatapnya dengan curiga.

“Selamat datang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan suara bergetar.

Raka tersenyum. “Saya ingin menyewa kamar untuk malam ini,” katanya, “Dan kalau bisa, saya ingin kamar nomor 13.”

Seketika, ekspresi resepsionis berubah. Mata tuanya melebar, wajahnya memucat. “Maaf, Tuan,” katanya sambil menggeleng, “Kamar itu tidak bisa disewakan. Kami memiliki kamar lain yang lebih nyaman.”

Namun, Raka tetap bersikeras. Setelah beberapa menit berdebat, resepsionis akhirnya menyerah. “Baiklah, tapi... Anda sudah diperingatkan,” gumamnya pelan sebelum menyerahkan kunci besi tua berukir angka 13.


Kamar Nomor 13 berada di lantai paling atas, ujung lorong yang gelap dan suram. Setiap langkah Raka di tangga tua itu menimbulkan bunyi berderit yang menyerupai erangan pelan. Begitu sampai di depan pintu, suasana seakan berubah. Udara terasa lebih dingin, dan aroma busuk yang samar menyeruak ke hidungnya.

Ketika Raka membuka pintu, kamarnya tampak biasa saja, meski sedikit berdebu. Lampu redup menerangi ruangan, menunjukkan perabotan kuno yang sudah usang. Namun, saat Raka melangkah masuk, ia merasakan seperti ada yang mengawasinya dari sudut ruangan. Ia mengabaikannya, berpikir bahwa itu hanyalah perasaan berlebihannya.

Raka duduk di meja dan membuka laptopnya untuk mulai menulis. Namun, suara aneh mulai terdengar. Ketukan pelan dari dalam dinding, seperti suara kuku yang menggores kayu. Ia menghentikan pekerjaannya, mendengarkan dengan seksama. Mungkin tikus, pikirnya. Ia kembali fokus menulis, tetapi suara itu semakin keras dan mendekat.

Tiba-tiba, lampu kamar berkedip-kedip dan padam. Dalam kegelapan total, ia merasakan sesuatu bergerak di belakangnya. Nafas hangat menyentuh tengkuknya. Raka berbalik dengan panik, namun tidak ada siapa-siapa di sana. Ia menyalakan lampu senter dari ponselnya, menyinari seluruh ruangan, tetapi semuanya tampak normal... hingga matanya tertuju pada cermin besar di sudut ruangan.

Di cermin itu, ia melihat bayangan seorang wanita berdiri di belakangnya, berambut panjang acak-acakan dan mata yang memancarkan kemarahan. Tapi saat ia berbalik, tidak ada siapa-siapa di sana. Namun, ketika ia menatap cermin lagi, bayangan itu semakin mendekat, semakin jelas, hingga wanita itu seolah-olah akan keluar dari cermin.

Tiba-tiba, bayangan itu berbisik dengan suara yang parau dan menyayat, “Kembalikan aku... atau kau akan menggantikanku di sini... selamanya.”

Raka panik. Ia mencoba berlari keluar, namun pintu kamar tidak mau terbuka, seolah terkunci dari dalam. Seketika itu pula, udara menjadi sangat dingin, dan cermin mulai retak dengan sendirinya. Suara tawa histeris menggema di seluruh ruangan, membuatnya nyaris kehilangan akal.

Dalam kepanikannya, Raka ingat sebuah cerita yang pernah ia dengar dari temannya tentang seorang tamu hotel yang pernah ditemukan tewas di Kamar Nomor 13 dengan wajah penuh ketakutan. Konon, wanita yang menghantui kamar itu adalah seorang tamu yang dibunuh oleh pacarnya di masa lalu. Namun, roh wanita itu tidak pernah tenang karena pembunuhnya tidak pernah tertangkap.

Raka akhirnya menemukan jalan keluar dengan memecahkan jendela dan melompat keluar. Dengan napas tersengal-sengal, ia berhasil keluar dari hotel itu, meninggalkan semua barang-barangnya di dalam kamar. Namun, sebelum ia pergi, ia menoleh sekali lagi ke jendela kamar Nomor 13.

Di sana, di balik kaca yang pecah, ia melihat wanita itu menatapnya dengan senyuman dingin. Lalu, lampu kamar tiba-tiba padam. Kegelapan kembali menyelimuti hotel itu.

Raka melarikan diri tanpa pernah kembali. Tulisan di blog-nya yang berjudul "Malam di Kamar Nomor 13: Jangan Pernah Mencoba!" menjadi viral. Namun, beberapa pembacanya mulai memperhatikan hal yang aneh: setiap kali mereka membuka halaman blog Raka, mereka mendengar suara ketukan pelan dari balik layar komputer mereka.

Raka tak pernah menyangka, kontennya yang ia buat untuk menantang ketakutan, justru membuka pintu bagi sesuatu yang lebih mengerikan. Hingga kini, ia masih dihantui oleh suara ketukan itu setiap malam.

Apakah Anda berani membaca tulisan Raka? Ingatlah, jika Anda mendengar ketukan... jangan pernah menjawabnya.


Catatan: Cerita ini adalah karya fiktif original yang bebas dari hak cipta dan dapat digunakan untuk konten blog. Jika membutuhkan cerita lain atau tema horor yang berbeda, saya siap membantu! 👻

Comments

Popular posts from this blog

Creapy Pasta : The Grinning Man

Bayangan di Jendela